Senin, 17 Februari 2014

SEJARAH PEMBANGUNAN GAMPONG

SEJARAH PEMBANGUNAN GAMPONG
     Berawal pada tahun 1945 dimana dilaksanakan pemindahan dan pembangunan kembali meunasah kecil atau balee berukuran 8x5m dari Lambee tempat meunasah Tok Nawa berada ke lokasi baru tempat Meunasah Baro  sekarang berada. Pada akhir kepemimpinan Keuchik Sulaiman (tahun 1945) direncanakan  pembangunan meunasah  berbentuk rumoh aceh dan baru selesai dibangun semasa kepemimpinan Keuchik Ibrahim tahun 1960. Saat Keuchik Ibrahim memegang tampuk pimpinan dan atas kemampuan dan kemauan masyarakat berhasil merehab sumur pada tanggal 5 Mei 1955 yang dikerjakan secara gotong-royong  oleh pemuda Meunasah Baro dan pemuda Meunasah Moncut.
     Pada tahun 1965 masyarakat  menganggap perlu membangun meunasah atau tempat ibadah yang baru. Ide tersebut digerakan  dari hasil musyawarah gampong, maka dengan bergotong royong masyarakat mengambil pupuk gua (ek semantong) di urong (Gua Siblah ) Lampuuk, kemudian pupuk gua tersebut dijual kepada para petani. Disamping itu diperoleh dana patungan (ripee) dan uang atau hasil panen padi dan cengkeh, uang tersebut digunakan untuk membangun meunasah sampai selesai  di tahun 1975.
     Dalam tahun 1975 ini masyarakat Meunasah Baro khususnya dan mukim Lhamlhom umumnya merasa senang  dan bahagia karena ada ide dari sesepuh opinion leader Meunasah Baro Yaitu Bapak M. Noer Naim, yang mana idenya memasukkan listrik PLN ke Desa Lamlhom dan didukung oleh tokoh masyarakat lainnya seperti: Zamzam PG, Muhammad Y, Mahmud MK, M. Jalil Sabib, Abdullah Hasyem, Hasan Ibrahim, T. Adan dan seluruh unsur masyarakat serta MKT (Majelis Keuchik dan Tengku). Hasil loby Bapak Noer Naim dengan Ka. Kanwil PLN persero diterima dan dalam tahun ini (1975) masyarakat Lamlhom menggantikan lampu tradisional dengan listrik.
  Dengan masuknya PLN ke desa maka masyarakat sangat berbahagia karena memudahkan bagi masyarakat untuk beribadah, pengajian, belajar, perobahan alat rumah tangga ke yang lebih baik dan modern seperti TV, tape dan lain-lain.
  Pada masa 1976 keadaan masyarakat pada umumnya masih sangat minim pembagunannya dengan kata lain hampir tidak ada, dan kalaupun ada merupakan swadaya masyarakat dan itupun volumenya sangat kecil hingga adanya perubahan pimpinan pemerintah baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
   Selama pemerintahan dikuasi oleh Orde Baru seiring dengan program-program pemerintah tersebut sudah mulai ada perhatian dari pemerintah untuk mensubsidi bantuan untuk pembagunan desa/gampong yang besarannya berubah-ubah sesuai dengan perkembangan waktu yang dinamakan Bantuan Desa (BANDES). Banyak pembagunan yang dilaksanakan seperti gedung PKK, Mushalla Wanita, Lapangan volly, membuka jalan baru, drainase dan infrastruktur lainnya. Dalam masa itu masyarakat merasa sejahtera karena:
1. Suasana pembangunan dan keamanan yang kondusif;
2. Harga komoditi pertanian di pasaran menguntungkan petani;
3. Seluruh gampong diberi bantuan dana untuk mengembangkan diri;
4. Seluruh desa diberikan kesempatan untuk ikut lomba desa;
5. Desa Meunasah Baro Lamlhom alhamdulillah pernah berhasil memperoleh juara 1   Lomba Desa tingkat Kabupaten Aceh Besar pada tahun 1994.
    Dalam dekade tahun 1998 s.d 2005 walaupun tetap mendapat bantuan dari pemerintah namun merupakan tahun yang paling meresahkan masyarakat secara umum karena oleh situasi negara sedang dilanda krisis moneter berkepanjangan dimana harga semua komoditas dan semua kebutuhan masyarakat naik, ditambah lagi dengan konflik dimana-mana, keamanan tidak kondusif. Akibat daripada konflik ini segala proyek/rencana pembangunan milik pemerintah tidak berjalan sebagaimana mestinya, demikian juga rencana yang akan dilaksanakan oleh masyarakat.
     Di tahun ini pula sebuah musibah yang paling dahsyat menimpa pesisir barat pantai Aceh pada hari Minggu tanggal 24 Desember 2004 sehingga meluluhlantakkan sarana dan prasarana gampong yang telah dibangun oleh masyarakat  seperti balai meunasah, mushalla wanita, gedung PKK, sarana prasarana olahraga, juga termasuk rumah-rumah masyarakat gampong Meunasah Baro hancur dibawa gelombang sebanyak 50 unit rumah. Pasca tsunami LSM dari berbagai provinsi di tanah air masuk ke Aceh mengevakuasi sisa-sisa mayat yang belum habis dievakuasi oleh masyarakat setempat terutama yang tertimbun sampah dan puing.
     Kemudian tidak kalah pentingnya NGO asing masuk ke desa-desa dengan membawa alat berat untuk membersihkan sampah/puing dan membantu membersihkan sumur-sumur milik masyarakat dengan menggunakan peralatan modern untuk mensterilkan air konsumsi masyarakat. Namun sekarang masyarakat sangat mengharapkan BRR untuk dapat memperoleh rumah bantuan tambahan karena ada masyarakat yang belum punya rumah dan meminta dana untuk merehab rumah yang tidak rusak berat, di samping itu juga meminta sarana dan prasarana yang lain seperti: lampu penerangan jalan, jalan hotmix dan water lading (Air Minum).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar